Thursday, July 17, 2008

Villa Kelating Diadukan Ke P3SLH Bali

Denpasar – Jumat (18/06), Bapedalda Provinsi Bali bersama Kementerian Lingkungan Hidup RI meresmikan Pos Pengaduan dan Pelayanan Sengketa Lingkungan Hidup (P3SLH) Bali yang akan menerima pengaduan tentang perusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di Bali.

Bak gayung bersambut, P3SLH Bali langsung mendapatkan pengaduan dari Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (WALHI) Bali. Dalam kesempatakan tersebut, Agung Wardana, Direktur WALHI Bali, langsung menyerahkan berkas pengaduan pertama berupa amplop cokelat yang berisikan surat dan data dalam bentuk soft copy kepada petugas, I Made Teja.

”Sebagai bentuk apresiasi, WALHI Bali secara langsung menyerahkan berkas pengaduan pertama. Kasus pembangunan villa di Pantai Kelating menjadi kasus pertama yang akan ditangani oleh P3SLH ini, karena bahan-bahannya sudah kami serahkan,” ungkap Agung.

Pembangunan villa di Pantai Kelating, Kerambitan, Kabupaten Tabanan ini diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Perda No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Ruang karena mencaplok sempadan pantai. Menurut Pemerintah Kabupaten Tabanan, sebagaimana pernyataan Kepala DKLH Tabanan (BP, 20 Juni 2008), 35 unit villa yang dijual kepada orang asing seharga sekitar Rp. 3 milliar, hingga saat ini belum pernah ada pengajuan AMDAL maupun sosialisasi kepada masyarakat.

Dalam pengaduan tersebut, WALHI Bali meminta kepada Kepala Bapedalda Bali selaku Ketua P3SLH Bali untuk melakukan penegakan hukum lingkungan terhadap dugaan pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh investor Villa Pantai Kelating; memperingatkan Bupati Tabanan karena melakukan pembiaran terhadap pelanggaran tata ruang yang ada di wilayahnya dan sekaligus meminta Pemerintah Kabupaten Tabanan untuk membongkar bangunan yang telah dibangun; serta memfasilitasi pertemuan semua Bupati se-Bali untuk menguatkan komitmen seluruh Pemerintah Kabupaten terhadap menegakkan tata ruang dan hukum lingkungan hidup.

Agung menambahkan, ”Bali berada dalam genggaman investasi yang berpotensi merusak tatanan sosial dan lingkungan hidup Bali. Maka langkah tegas harus dilakukan oleh P3SLH agar memberikan efek penjeraan bagi siapapun yang ingin melanggar aturan dan tidak mengindahkan daya dukung lingkungan.

Informasi lebih lanjut

Agung Wardana (Direktur WALHI Bali) 081916606036

Andi Astina (Div. Studi dan Kampanye WALHI Bali) 085737062586

Sunday, July 13, 2008

Pembagunan Tower Air di TWA Buyan II

Salam Adil dan Lestari,

Proyek pembangunan Villa dikawasan Hutan Lindung Buyan masih mejadi kontoversi dikalangan masyarakat maupun di kalangan LSM. Begitu halnya Walhi Bali dengan tegas menolak keberadaan proyek tersebut dan mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersatu menolak pembangunan Villa dikawasan hutan lindung tersebut. hal ini membuat jajaran Walhi Bali turun langsung kelapangan untuk observasi dan melihat langsung keadaan dilapangan. dari hasil wawancara dengan warga setempat ia menuturkan Proyek tersebut dibatalkan.karena mendapat penolakan dari masyarakat. Hal ini terlihat tidak ada lagi pembangunan tindak lanjut setelah pembukaan oleh Bupati Buleleng beberapa waktu lalu. Ia juga menuturkan proyek – proyek yang ada di wilayah pancasari sama sekali tidak memberikan kontibusi kepada Desa Adat. Keberadaan hotel – hotel,villa – villa dan restaurant tersebut hanya berpengaruh kepada segelintir orang saja.

Tetapi ada keanehan atau kejanggalan yang ditemukan oleh tim Walhi Bali dilapangan Terkait dengan pembangunan villa yang dilakukan oleh PT. Nusa Abadi di kawasan hutan lindung Buyan seperti :

  1. adanya sosialisasi kepada tokoh Catur Desa yang berlangsung di Kantor Bupati Buleleng, undangannya juga dari Danramil, Kapolsek, Camat. kenapa hanya perwakilan warga saja yang diundang, kenapa Bupati tidak langsung sosialisasi ke masayrakat. hadirnya Danramil, Kapolsek apakah untuk mengintimidasi masyarakat?


  2. Pembangunan Tower air permanen yang merabas Hutan kira - kira 1 are dan pembangunan wantilan permanen.


  3. Adanya penandaan pohon - pohon yang akan ditebang dan patok - patok sebagai wilayah yang akan dipergunakan.


  4. Adanya pelebaran dan pembersihan jalan menuju ke lokasi proyek


  5. Adanya pembangunan papan nama PT Nusa Abadi di pintu masuk Buyan II
Dari hal tersebut diatas Walhi Bali menyimpulkan bahwa proyek tersebut akan segera dilanjutkan, dan Walhi Bali mengajak segenap komponen masyarakat, Mapala dan kawan - kawan LSM yang peduli terhadap alam Bali untuk menyatukan barisan untuk menolak proyek yang berpotensi merusak alam tersebut.

Thursday, July 10, 2008

SAVE OUR TREES


Astra,

terima kasih atas apresiasinya kepada WALHI Bali.

untuk permasalahan Astra, bolehkah kita tahu:

1. Pohon lindung di wilayah mana yang ditebang?

2. Status tanah tempat pohon itu tumbuh bagaimana (apakah di lahan pribadi, hutan, atau lahan desa?)

kalau dilihat dari penyataan anda, bahwa anda sedang menggugat si perusak dengan gugatan perdata. dasar yang bisa anda gunakan adalah:

Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum, jika:

1. pohon yang dirusak berada diatas tanah yang berstatus milik pribadi, yakni milik anda. (anda juga bisa menggunakan jalur pidana untuk hal ini, yakni perusakan dan masuk pekarangan orang tanpa ijin)

2. anda juga bisa menggunakan acuan hukum UU 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup

Mohon maaf jika jawaban kami belum memuaskan. Mungkin untuk lebih jelasnya, kami memerlukan kronologi kasus tersebut.

Semoga Sukses,

Monday, July 7, 2008

Bali di Serbu Villa


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali mendapat pengaduan dari masyarakat terkait maraknya pembangunan hotel dan vila di sejumlah kawasan yang mengabaikan kelestarian lingkungan.

Pengaduan masyarakat tersebut antara lain menyangkut pembangunan hotel Vitalife di Wongaya Betan, sebuah hotel di Padangbai, Karangasem dan vila di Uluwatu, Kabupaten Badung, kata Direktur Eksekutif Walhi Bali Agung Wardana di Denpasar, Selasa (20/5).

Ia mengatakan, menindaklanjuti pengaduan masyarakat tersebut, pihaknya telah menyurati tiga bupati, masing-masing Bupati Tabanan I Nyoman Adi Wiryatama, Bupati Badung Anak Agung Gede Agung dan Bupati Karangasem I Wayan Geredeg. Pembangunan fasilitas pariwisata yang kurang memperhatikan lingkungan itu dikhawatirkan berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan hidup, daya dukung dan tatanan sosial masyarakat. "Kami juga mengharapkan kepada ketiga bupati itu agar memberikan informasi yang benar, membuka akses partisipasi dan akses keadilan bagi masyarakat sekitarnya," ujar Agung Wardana.

Hal itu dimaksudkan agar masyarakat yang terkena dampak negatif dari pembangunan fasilitas pariwisata maupun mereka yang menaruh perhatian besar terhadap masalah lingkungan dapat berperan serta sebelum pemerintah mengijinkan pembangunan proyek tersebut. Agung Wardana menambahkan, sebelum Pemkab mengijinkan pembangunan fasilitas pariwisata itu hendaknya melakukan pengkajian secara matang dan mendalam.

Hal itu penting untuk mendapat perhatian, sesuai UU 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perda Propinsi Bali No. 4 Tahun 2005 menyangkut pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ketentuan tersebut memberikan hak bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, berperan serta secara aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Namun dalam kenyataannya menurut Agung Wardana peranserta masyarakat di berbagai proyek pembangunan fasilitas pariwisata itu bersifat semu, untuk memenuhi persyaratan formal. Ia mencontohkan, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dalam ketentuan harus menyertakan unsur tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) masuk dalam tim pengkajian.

Namun nyatanya tokoh masyarakat dan LSM hanya diisi oleh kaki tangan pejabat yang sebenarnya hanya calo proyek. Walhi Bali mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk melakukan pemantauan terhadap ekspansi pengelola industri pariwisata, sebagai upaya bersama-masa menjaga dan menyelamatkan Bali ke depan, harap Agung Wardana. (Ant/OL-01)

Hulu Bali di Serang Villa

Belum selesai dengan kasus - kasus villa bermasalah, kini wilayah Hulu Bali diserang oleh villa -

villa yang mengatas namakan pariwisata. proyek ini adalah proyek pembangunan villa yang

dilakukan di wilayah TWA Buyan - Tamblingan yang memakan hutan seluas 20 hektar.

Secara administratif proyek ini berada di kawasan Desa Panca Sari, namun secara adat masuk ke dalam Catur Desa ( Desa Gobleg, Munduk, Gesing dan Uma Jero ). Proyek ini muncul pada tahun 2005, Pt. Nusa Abadi minta rekomendasi dari gubernur Bali untuk mendirikan proyek villa seluas 20 Ha tetapi yang dipergunakan untuk villa seluas 2 Ha sisanya untuk jalur tacking yang berada di kawasan Taman Wisata Alam Buyan – Tamblingan. Pada saat ini masyaraakat Catur Desa ( Gobleg,Munduk,Gesing, dan Uma Jero) yang merupakan pengempon pura2 yang ada di luhuring capah yang jumlahnya kurang lebih 16 pura. Masyarakat 4 desa juga meminta dukungan untuk menolak proyek tersebut kepada masyarakat Pancasari yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari aparatur desa Pancasari. Pada akhirnya gubernur Bali dengan Surat Gubernur Bali kepada Mentri kehutanan tertanggal 18 Januari 2005 nomor 556/98/Bid-Fisik/BAPEDA, yang prihalnya untuk membatalkan atau mencabut izin prinsip pengusahaan pariwisata alam kepada Pt Nusa Abadi.

Pada tanggal 27 Juni di salah satu media cetak di Bali menyebutkan bahwa akan diadakan peletakan batu pertama akan dilaksanakan oleh Bupati Buleleng. Mendengar hal tersebut masyarakat spontan menolak rencana tersebut dengan alasan :

  • Lokasi di dalam hutan Lindung
  • Pembangunan dilakukan diatas Pura Guna Anyar
  • Melanggar undang-undang hutan lindung dan kawasan suci serta lingkungan suci
  • Bila proyek ini sampai berjalan maka akan bermunculan proyek - proyek yang lainnya.
  • sampah yang dihasilkan akan mencemari wilayah hutan dan danau

Kejanggalan yang terjadi :

  • Ijin dikeluarkan oleh Mentri Kehutanan atas rekomendasi Bupati Buleleng padahal Gubernur Bali jelas2 sudah menolak, ada apa ini ?
  • Tidak ada sosialisasi proyek kepada masyarakat.
  • Investor menjanjikan tidak akan menebang sebatang pohonpun, apa mungkin membangun tanpa memotong pohon?