Denpasar - Jepang diterjang gempa yang disusul dengan tsunami beberapa saat lalu. Kejadian tersebut seharusnya menjadi bahwan refleksi bagi masyarakat Bali terutama para pengambil kebijakan dan maupun investor.
Bali yang merupakan provinsi yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil sangatlah rentan terhadap bencana. Maka disinilah letak relevansi Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Provinsi Bali. Demikian dikatakan oleh Agung Wardana, peneliti hukum lingkungan dari WALHI Bali Institute.
Penegakan Perda RTRW Bali menjadi upaya pertama dalam mitigasi kebencanaan. Karena peraturan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan tersebut dengan jelas menyatakan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk mempersiapkan Bali dari segala kemungkinan bencana.
Agung memberikan contoh tentang sempadan pantai yang dipatok 100 meter salah satunya. Menurutnya, meski jauh dari sempurna, aturan sempadan pantai ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi gelombang pasang maupun tsunami agar tidak menimbulkan kerusakan dan ancaman keselamatan manusia.
“Aturan sempadan tidak lahir begitu saja, karena ia meletakkan keselamatan manusia sebagai prioritas. Karena Bali pulau kecil maka sangat rentan terhadap ancaman badai, naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim hingga tsunami,” ungkapnya.
Jika terjadi tsunami yang menimbulkan korban jiwa atau harta benda, maka pemerintah dapat digugat oleh masyarakat korban. Pemerintah dapat dianggap gagal melindungi keselamatan warga karena kelalaiannya dalam melakukan mitigasi saat masih ada cukup waktu untuk melakukannya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, “melindungi keselamatan manusia adalah jauh lebih penting dari pada terus menerus melakukan pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan pesisir yang hanya menguntungkan para investor.”
Dalam kesempatan yang sama, Gendo Suardana selaku kordinator Forum Peduli Gumi Bali mendesak para Bupati/Walikota untuk melakukan moratorium pembangunan pariwisata di kawasan pesisir. Hal ini konsisten dengan perjuangan forum dan mengikuti ketentuan dalam Perda RTRW Bali dan peraturan Gubernur.
“Kejadian di Jepang menunjukkan bahwa alam berpihak pada perjuangan masyarakat Bali dalam mendukung penegakan perda. Saatnya masyarakat Bali bangkit dan menyatakan bahwa kita tidak ingin jadi korban tsunami akibat salah urus pembangunan pesisir oleh pemerintah kabupaten/kota,” ungkap aktivis yang pernah dipenjara karena membakar gambar Presiden SBY tersebut. (yga)
Tuesday, April 19, 2011
Belajar Dari Tsunami Jepang, Moratorium Kawasan Pesisir Bali
Posted by WALHI BALI at 1:58 PM 1 comments
Subscribe to:
Posts (Atom)