Thursday, November 26, 2009

karangasem keluarkan IMB pembangunan villa


VILLA CANDI DASA, BUKIT GUMANG, KARANGASEM.

IMB di KELUARKAN


Pembangunan Vila Candidasa di lereng barat Bukit Gumang, Karangasem. Vila berlantai dua itu ternyata telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Padahal, Bukit Gumang termasuk lerengnya merupakan kawasan berfungsi lindung sesuai Perda RDTR No. 8 Tahun 2003 dan Perda RTRW No. 11 Tahun 2000.

Lokasi Vila Candidasa di lereng barat Bukit Gumang, Banjar Samuh, Bugbug, Karangasem. Dan investor asal Belanda Hans Van Hamert itu sudah mengantongi IMB No. 90 tahun 2008 tertanggal 15 September 2008 atas nama pemohon I Wayan Gunarsa, warga Banjar Samuh. IMB ditandatangani Kadis PU Ir. IMB ditandatangani Kadis PU Ir. I Wayan Arnawa. Saat itu, IMB masih dikeluarkan Dinas PU, belum ditangani oleh pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T). Ternyata kawasan tersebut merupakan kawasan berfungsi lindung. Di dalam peta perencanaan ruang yang merupakan lampiran atau satu-kesatuan yang tak terpisahkan dengan Perda RDTR kawasan wisata Candidasa yang termasuk mewilayahi lereng Bukit Gumang. Dalam peta itu juga tertera bahwa Bukit Gumang merupakan kawasan berfungsi lindung. ''Tetapi kenapa investor itu bisa mengantongi izin, inilah pertanyaan besar kita.

RTRW Kabupaten Karangasem (Perda Kabupaten Karangasem Nomor 11 Tahun 2000) Tujuan RTRW Kabupaten Karangasem adalah : sebagai pedoman umum dan teknis bagi sektor-sektor pembangunan untuk perumusan pokok-pokok kebijakan dan arahan ruang, sehingga akan tercapai sasaran pembangunan yang tepat, terpadu, serta diperoleh hasil yang optimal, yang menjadi pertannyaan sekarang apakah RTRW itu sudah berjalan optimal dengan baik. Atau RTRW itu sebagai jembatan para investor?

Dalam IMB itu disebutkan lokasi itu lahan kering, bukan sebagai kawasan berfungsi lindung. Padahal yang dimaksudkan wilayah berfungsi lindung dalam dua perda itu tak semata hutan tetapi kawasan yang melindungi wilayah lain, baik sebagai penjaga bentang alam atau kawasan gunung atau bukit yang harus dilestarikan. Berfungsi lindung juga bisa berarti, kawasan yang tak boleh dialihfungsikan, apalagi menjadi tempat bangunan fisik seperti rumah atau hotel. Berfungsi lindung juga berfungi melindungi kawasan di bawahnya sebagai resapan air atau menjaga jangan sampai terjadi longsor.

Kepala Bappeda Karangasem I Wayan Artha Dipa, S.H., M.H. mengaku terkejut dengan investor Vila Candidasa yang sudah mengantongi IMB. Dia mengaku tak tahu, bagaimana prosesnya bisa keluar IMB. Dia mengaku tak pernah memberikan rekomendasi, tak pernah dilibatkan, baik dimintai pendapat secara lisan maupun tertulis terkait ke luarnya IMB. vila itu dibangun di areal seluas 60 are dan merupakan tanah Desa Bugbug.

pembangunan hotel dan vila di Karangasem banyak yang melanggar ketentuan. Seperti mega proyek Hotel Cateau de Bali di Bukit Mimba, Padangbai masih merupakan kawasan wisata Candidasa juga merupakan kawasan hijau pertanian berfungsi lindung, tetapi Perda RDTR-nya diubah satu pasal oleh Bupati Karangasem I Wayan Geredeg dengan mengeluarkan Perbup 1 tahun 2008. Kawasan itu disulap menjadi kawasan objek wisata eksklusif. Siddharta Resort di Kubu, Karangasem sampai beroperasi, tetapi sampai kini belum memiliki izin. Kasus ini pun baru diketahui DPRD.

vila itu sudah berizin dan kenapa diizinkan membangun dilereng bukit yang diduga masih merupakan kawasan suci pura Gumang. Di lain pihak, Ketua Bappeda Karangasem I Wayan Artha Dipa, S.H. mengatakan belum tahu soal perizinan vila itu. ‘’Masalah izin vila itu merupakan kewenangan pihak Kepala Perizinan Terpadu,’’ katanya. Pembongkaran bukit Gumang untuk pembangunan vila, giliran setelah investor sukses menguasai dan membongkar bukit Mimba, Padangbai Karangasem untuk membangun hotel. Kini pembangunan hotel itu terus
berjalan. Villa dibiarkan dibangun di bukit dengan cara membongkar lereng bukit untuk lahannya diratakan.
Pembangunan yang mengorbankan kelestarian dan keindahan alam telah menimbulkan protes dikalangan sejumlah wisman pecinta alam yang menginap di kawasan wisata Candidasa. Soalnya, kalau di lihat ke timur dari pantai objek wisata Candidasa, jelas terlihat bangunan vila itu.

Investor bahkan membuat sumur bor dalamnya diperkirakan 80 meter di puncak bukit. Meski sudah disampaikan kepada pihak pemerintah, tetapi pembangunannya tetap berlanjut.
Sementara banyak warga mengkhawatirkan pembuatan sumur bor di atas bukit bakal menyebabkan dampak negatif bagi warga lainnya di bawah bukit, seperti mata air mengecil bahkan mengering dan kenyataannya air sungai yang melintasi Tenganan sampai Nyuh Tebel airnya telah mengecil bahkan sawah sudah tak mampu diairi. ‘’Kenapa hal seperti itu terus dibiarkan? di negara kita dan khususnya di Bali apa saja bisa dilakukan meski melanggar aturan, yang penting ada uang pelicinnya,’’ Soalnya begitu dikuasai investor atau lahan yang dibelinya atas nama orang lokal. Kerjasama dengan orang lokal atau tokoh masyarakat desa setempat, apapun yang akan terjadi nantinya para investor dan pemerintah kabupaten Karangasem tidak akan bertanggung jawab atas terjadina villa dan resiko selanjutnya.

Sang penguasa berdiam diri saja dan tidak ada respon cepat trus apa yang akan terjadi pada alam bali 5 tahun lagi. Kejadian kejadian seperti ini sering terjadi di pulau 1000 pura ini dan apakan slogan pulau bali ini berubah menjadi pulau 1000 villa, ini yang harus kita kaji lebih mendalam. (yoga PSD)

Wednesday, January 21, 2009

PENGERUKAN BUKAN JAWABAN BAGI BUYAN


Bali memang tidak akan pernah habis untuk dieksploitasi oleh para investor untuk menanamkan modalnya, tidak peduli gunung, jurang, loloan, pantai, danau atau kawasan suci sekalipun. Kini muncul lagi rencana pembuatan panggung terapung oleh PT. Anantara, yang sudah mendapat ijin prinsip dari Bupati Buleleng yaitu : Bagiada, dan kini Pt. Anantara bermaksud mengajukan ijin rekomendasi kepada gubernur Bali Made Mangku Pastika. Akankah kita akan berdiam diri saja ? sementara bumi pertiwi kita diperkosa oleh tangan – tangan kotor para investor dan pejabat korup, akan kah kita biarkan kawasan resapan, kawasan suci dan sumber air kita dirusak?.

Dengan dalih untuk pengembangan ekowisata dan budaya serta danau akan dikeruk dan dibangun panggung terapung di air danau. Hal ini tentunya akan berpegaruh kepada kualitas air danau yang akan tercemar oleh mesin – mesin, sampah dan bahan – bahan kimia yang tentunya akan berdampak juga kepada kehidupan masyarakat sekitar dan kawasan Buleleng, Tabanan, dan Badung, mengingat danau Buyan merupakan pemasok air untuk minum, irigasi ketiga wilayah tersebut. Ketika pasokan air berkurang sudah dipastikan produksi pertanian di Bali akan menurun yang akan berakibat kepada kerentanan pangan. Penurunan kualitas air danau juga akan berpengaruk kepada keanekaragaman hayati seperti ikan – ikan air tawar yang terdapat di danau tersebut.

Secara social budaya , pengusahaan pariwisata alam akan menutup akses kelompok pecinta alam untuk menikmati kawasan di sekitar Danau Buyan. Padahal selama ini lokasi tersebut merupakan rumah kedua dan tempat belajar bagi para pecinta alam. Akses masyarakat juga akan ditutup padahal selama ini hutan dijadikan sebagai tempat masyakat mencari rumput untuk ternak mereka, dan juga akan kehilangan akses akan danau karena sudah dikelola oleh investor. Disamping itu pembangunan di kawasan ini juga akan menghancurkan berbagai kawasan suci yang terdapat dikawasan ini, mengingat dalam kawasan ini terdapat berbagai jenis pura dan situs purbakala yang harus dilestarikan sebagai warisan leluhur. ( Andy Walhi Bali )