Monday, September 8, 2008

Amdal Penambangan Pasir Geger Kadaluarsa

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Bali mendesak agar pemerintah Kabupaten Badung meninjau kembali Analisis Masalah Dampak Lingkungan (Amdal) penambangan atau pengambilan pasir Pantai Geger, karena sudah kadaluarsa.

"Amdal proyek ini sudah kadaluarsa sejak Juni 2008, karena amdal berlaku hanya lima tahun sejak 2003. Oleh karena itu saat ini harus ada tinjauan amdal yang baru," kata kata Direktur Eksekutif Walhi Bali, Agung Wardana, di Denpasar, Jumat (5/9).

Walhi Bali juga mendesak Pemkab Badung untuk membuka informasi amdal dan perizinan terkait proyek ini kepada publik, baik masyarakat yang terkena dampak dan juga masyarakat yang berkepentingan. "Berdasarkan PP no 27 tahun 1999 tentang amdal pada pasal 35 dinyatakan amdal bersifat terbuka untuk umum," kata Wardana.

Walhi Bali juga mendesak pemerintah segera mensosialisasikan program ini kepada penduduk di pantai Geger. Penduduk di Pantai Geger sebagian besar adalah petani rumput laut. Rencana penambangan pasir ini dikhawatirkan akan menghilangkan mata pencaharian mereka. "Ekosistem laut dipastikan terganggu, lalu habitat rumput laut pasti rusak. Rumput laut itu sangat rapuh dan sensitif," kata Wardana.Walhi bahkan siap menfasilitasi apabila penduduk di Pantai Geger akan mengajukan penuntutan atau class action.

PENGERUKAN PASIR DI PANTAI GEGER BERPOTENSI MEMPERLUAS ABRASI DI PESISIR SELATAN

aktivis lingkungan menyebutkan pengerukan pasir di wilayah pantai dipastikan akan menyebabkan abrasi kian parah dan kerugian bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu contoh pengerukan pasir di pantai Padanggalak sekitar tahun 2004 lalu yang menyebabkan abrasi mencapai wilayah pantai Klungkung.

Direktur Eksekutif Walhi Agung Wardana menegaskan, dari sudut lingkungan, alasan apa pun yang dilontarkan pemerintah terhadap penambangan pasir tersebut, tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, aktivitas semacam itu akan membawa dampak buruk khususnya bagi lingkungan sekitar. Terlebih lagi, dalam pelaksanaannya, pemerintah tidak memberikan jaminan adanya upaya penyelamatan lingkungan. 'Jadi, Walhi menyerukan agar penambangan pasir tersebut dihentikan,' tegas Agung Wardana.

Senada dengan Agung, Ngurah Karyadi menyebutkan pembangunan multidimensi modal, ujung-ujungnya hanya akan mengeksploitasi sumber daya alam. Pembangunan macam ini kurang memperhatikan dampak pada lingkungan secara luas. Sikap pemerintah yang memberikan izin, menurutnya, terlalu pragmatis. 'Birokrasi itu hanya jadi pembenar, padahal kita sudah tahu dampaknya jelas-jelas merugikan, baik lingkungan itu sendiri maupun masyarakat,' katanya.

Sementara itu, anggota tim ahli bidang lingkungan DPRD Badung Nyoman Gelebet menegaskan, pasir pantai yang disedot dalam jumlah besar menyebabkan terumbu karang ambrol yang kemudian menyebabkan abrasi pantai. Tidak hanya itu, rusaknya terumbu karang ini kemudian berimbas pula pada ketersediaan zat hara yang menjadi makanan rumput laut. Dampaknya, rumput laut akan kehilangan sumber makanan dan tentunya akan sangat merugikan petani sekitar yang menggantungkan hidup dari rumput laut.

Sementara itu, aktivitas di pantai Geger hingga siang kemarin nampak masih normal. Para petani rumput laut dan pemijat yang ada di pinggir pantai serta sejumlah wisatawan nampak berada di sekitar pantai dengan kegiatannya masing-masing. Para pemijat yang diwawancarai mengaku belum ada aktivitas aneh di kawasan tersebut. Namun, mereka menyebutkan tentang kedatangan kapal besar yang diperkirakan kapal pengeruk yang merapat pada Minggu (31/8) lalu. (ded)

Tuesday, September 2, 2008

Walhi Bali : Teliti Ulang Rekomendasi

ADANYA rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dewan Badung terkait penambangan pasir di Pantai Geger, Sawangan, Kuta Selatan membuat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali heran. Tak pelak, Walhi pun mempertanyakan alasan di balik keluarnya rekomendasi yang janggal tersebut.


"Kalau memang rekomendasi tersebut dikeluarkan oleh lembaga dalam hal ini legislatif Badung, patut dipertanyakan. Ada apa di balik rekomendasi itu," usut Direktur Eksekutif Walhi Bali, Agung Wardana saat dihubungi kemarin (1/9) malam.

Agung Wardana lantas menambahkan, motivasi di balik keluarnya rekomendasi. Mengingat salah seorang anggota dewan pula yang membongkar permasalahan penambangan pasir itu. "Kenapa dulu memberikan rekomendasi, tapi sekarang malah ada anggota dewan kritis terhadap rencana pengerukan pasir?" tandasnya, curiga.

Menurutnya, perlu dilihat kembali substansi dari rekomendasi yang sudah diberikan dewan. Pasalnya, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana tersebut bisa merugikan warga sekitar. "Sekali lagi, substansi rekomendasi perlu dilihat ulang, karena masyarakat yang sangat dirugikan dalam hal ini," pungkasnya. (fer)

Walhi Tuntut Janji Gubernur Bali Terpilih



DENPASAR - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menuntut Gubernur Bali terpilih Made Mangku Pastika memenuhi janji menolak sejumlah proyek investasi yang berpotensi merusak lingkungan.

"Tuntutan kami sebagai peringatan kembali kepada gubernur terpilih yang akan dilantik pada 28 Agustus mendatang," kata Direktur Eksekutif Walhi Bali Agung Wardana di Kantor Walhi Bali, Jalan Plawa Denpasar, Senin (25/8/2008).

Proyek yang dinilai merusak lingkungan itu di antaranya pembangkit listrik tenaga panas bumi Bedugul di Tabanan, pembangunan vila di muara sungai Yeh Poh di Badung, dan vila di dalam kawasan hutan Danau Buyan-Tamblingan Kabupaten Buleleng, serta mega-proyek di Pantai Kelating, Tabanan.

Menurut Agung tuntutan itu sesuai dengan visi-misi Mangku Pastika saat kampanye, yakni menolak penjualan sumber daya alam kepada investor yang ingin mengeksploitasi Bali. Apalagi sebagian besar proyek itu sudah mendapat penolakan mayoritas masyarakat Bali sebagaimana sikap resmi DPRD Bali.

Agung mengingatkan, Bali adalah pulau kecil yang memiliki daya dukung terbatas. Namun saat ini berada di tengah arus ekspansi industri pariwisata. Ketidaan kontrol dan langkah selektif dari pemerintah untuk memilih investasi dapat mempercepat terjadinya bencana ekologi dan bencana sosial di Bali.

"Karena itu, kami mendesak gubernur selanjutnya untuk tetap konsisten mengawal penolakan tersebut," demikian Agung.

(Miftachul Chusna/Sindo/ful)